Maafkan Andra, Ibu!

"Andra!" 
Suara ibu terdengar lagi. Pasti disuruh sholat subuh. Adzan subuh sudah terdengar kira-kira lima belas menit yang lalu. Ibu selalu saja mengganggu permainanku. Tapi aku tak bergeming dari posisiku yang sedang asyik dengan Mobile Legendku. Semalaman aku tidak tidur. Tanggung, sebentar lagi pasti menang, pikirku. Kudengar langkah kaki mendekat. 
"Sudah sholat subuh?" tanya ibu memastikan. Aku hanya menggeleng dengan mata tetap tertuju pada hp dan jemari tanganku lincah menekan tuts hp.
"Andra, sholat itu jangan ditunda-tunda. Ibu mengingatkan untuk kebaikanmu sendiri," Ibu menggerutu sambil melangkah meninggalkanku dan menuju ke dapur. 
"Ach, tuh kan kalah lagi!" teriakku lirih. Omelan ibu membuat konsentrasiku terganggu. Dengan kesal aku mengakhiri permainanku dan menggeliat. Capek juga, pikirku. Aku berdiri dan mengambil air wudhu. Aku sholat subuh seperti biasa. Kilat. 

Foto oleh Siti Jumaliah

"Sudah sholat?" Ibu balik lagi ke kamarku dengan pertanyaan yang sama ketika melihatku sudah kembali asyik dengan hpku. 
"Sudah!" sahutku dengan nada agak tinggi. "Aduh! Kalah lagi. Gara-gara Ibu," seruku lirih sambil melempar hp ke atas kasur. 

Ibu mendengar gerutuanku. Beliau membatalkan niatnya untuk belanja ke warung sebelah, dan duduk di sebelahku. Aku tengkurap menahan rasa kecewa dan marah yang campur menjadi satu.
"Andra sekarang kan sudah besar. Sudah kelas dua SMA. Seharusnya Andra sudah tahu tentang tanggungjawab dan kewajiban seorang muslim," nasehat ibu. "Andra harus pandai mengatur waktu. Sholat itu tiang agama. Jangan melalaikan atau menunda-nunda sholat. Lagipula, tidak tidur semalaman itu tidak baik bagi kesehatan. Demikian juga main hp terlalu lama juga tidak baik bagi kesehatan," lanjut ibu tanpa mau mengerti perasaanku yang sedang kesal. Aku berdiri dan kutinggalkan ibu yang tampak kecewa melihat sikapku. Kuambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Mendingan mandi, biar seger, daripada ndengerin omelan ibu, pikirku. 


"Andra!" panggil ibu berusaha meraih lenganku untuk menghentikan langkahku.
"Sudahlah, Bu!" Seruku sambil menepis tangan ibu."Andra bosan Bu, mendengar omelan Ibu terus. Kalau memang Andra sudah besar, harusnya Ibu beri kebebasan donk. Jangan ngatur-ngatur Andra lagi!" lanjutku dengan nada tinggi sambil menuju kamar mandi. 
Andra! Ibu tak bermaksud mengaturmu. Tapi Ibu hanya mengingatkanmu. Ibu lakukan ini karena Ibu sayang sama Andra. Perkataan Ibu sudah tak kuhiraukan lagi.

Aku mandi. Dinginnya air sedikit meredakan emosiku. Usai mandi, dengan santainya aku mendatangi ibu dan menanyakan lauk untuk sarapan. Rasa lapar melilit perutku. 
"Ibu, Aku lapar. Aku mau makan!" pintaku 
"Ibu masih mau belanja," sahut ibu datar tanpa emosi. 
"Ibu bisanya hanya ngomel dan ngatur-ngatur aja. Sekarang aku lapar juga gak ada makanan!" teriakku marah.
"Andra pengen makan pakai apa?" tanya ibu lembut. "Nanti Ibu masakin," lanjut beliau.
"Aku laparnya sekarang! Dari semalam aku belum makan," sahutku lagi-lagi dengan nada tinggi. 

Dengan marah dan menahan lapar, aku kembali ke kamar. Kurebahkan tubuhku di ranjang dan kuletakkan satu bantal di atas perutku. Karena semalaman aku tidak tidur, maka rasa kantuk itu tak bisa kutahan lagi. Aku terlelap. Aku bermimpi. Dalam mimpiku, aku memenangkan permainan favoritku, Mobile Legend. Aku terbangun saat terdengar suara tangis di ruang tamu. Aku keluar kamar dan kulihat banyak tetangga yang berkumpul di ruang tamu. 
"Andra, sabar ya!" Bu Nia, tetanggaku mendatangiku dan membimbingku ke ruang tamu. 
Kedua adikku sedang bersimpuh dan menangis di depan sesosok tubuh yang diselimuti kain. Beberapa tetangga yang lain sedang sibuk mempersiapkan pemandian jenazah. Ayah sedang berbincang dengan Ketua RT. Siapa yang meninggal? pikirku. 
"Ibu Andra meninggal," suara Bu Nia yang lirih bagai petir menyambar telingaku. Ikhlaskan, ya! lanjut beliau.
"Tidak mungkin! Baru saja Aku berbincang dengan Ibu," teriakku. Air mata mulai menetes di pipiku. Aku tak percaya dengan semua ini. Teringat kembali kejadian tadi pagi. Aku belum sempat meminta maaf pada ibu. 
Sekarang, aku hanya bisa menangis menyesali sikapku selama ini pada ibu. 

Baca juga: Parenting, Orang Tua Teladan yang Real bagi Anak https://polykaryalely.blogspot.com/2020/10/parenting-orang-tua-teladan-yang-real.html

"Ibu, maafkan Andra!" suaraku tertelan oleh tangisanku. "Ibu!" 
Sebenarnya ibuku seorang wanita yang baik. Walau beliau kerja, tapi perhatian ke putra-putrinya tetap menjadi nomor satu. Sholat, makan dan tidur merupakan pertanyaan yang sering terlontar untuk putra-putrinya. 
"Ibu paling senang kalau melihat kalian bisa sholat jama'ah, makan bareng dan tidur nyenyak." Kata-kata itu sering ibu lontarkan. Ibu memang wanita yang sederhana. Ibu memang tidak pernah menuntut putra-putrinya menjadi juara kelas. Tapi beliau hanya ingin melihat usaha yang maksimal dari putra-putrinya, karena hasil sudah ada yang menentukan. 

Tangisku terhenti ketika sebuah tangan menyentuh bahuku dengan lembut. Aku terbangun. Ada sisa tetesan air mata di pipiku dan segera kuhapus. Kulihat ibu duduk di tepi ranjangku. 
"Andra, bangun!" suara ibu terdengar lembut. "Andra mimpi, ya?" tanya ibu dengan nada kuatir. Tanpa pikir panjang kupeluk ibu dengan erat. 
"Ibu, maafkan Andra!" pintaku sambil menangis. "Andra sudah menyakiti hati Ibu. Andra akan berusaha menjadi anak yang baik. Andra akan mengikuti nasehat Ibu," janjiku disela-sela isak tangisku. Alhamdulillah semua itu hanya mimpi, pikirku. Aku akan berusaha untuk selalu menepati janjiku pada ibu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenangan di Masa Kecil

Sholat Idul Fitri 1441 H